Ruangan seketika bergemuruh dengan suara tepuk tangan setelah aku
menutup persentasi dihadapan pemilik dan para petinggi perusahaan sawit
Serawak. Persentasi ini sangat mengesankan bahkan bisa jadi ini pengalaman
prsentasi paling hebat dalam karir bisnisku,
pemilik perusahaan sawit terbesar di Serawak ini sangat puas dengan
program kerja software yang aku tawarkan karena dengan software ini jelas akan
lebih mengefektifkan kinerja SDMnya tanpa pengawasan yang rumit dan biaya
oprasional yang sangat murah sehingga asset perusahaan akan cepat berkembang
termasuk meningkatkan kekuatannya dipasar saham.
“Baiklah Thomas, saya suka program kerja softwaremu ini sungguh
penemuan luar biasa. Saya bayar sesuai harga yang kau minta, ini cek senilai 2
M kamu bisa mencairkannya kapanpun kamu mau di bank-bank Indonesia” juragan
sawit menyerahkan selembar cek, aku turun dari panggung untuk mengambilnya.
“Dan ingat Thomas jangan sekali-kali kamu menjual ulang software
ini keperusahaan mana pun! ini tentang kepercayaan Thomas, jangn sampai membuat
perusahaan softwaremu dibumi hanguskan”. Senyum licik bisa aku indra diwajah
raja sawit Malaysia ini.
“Siap tuan, perusahaan saya melek akan hukum, baik hukum perdata
maupun pidana. Tuan jangan khawatir, senang berbisnis dengan tuan semoga bisnis
tuan semakin besar dan menjadi raja sawit di level Asia” sanjungan bahasa
marketing aku peraktikan setelah cek senilai 2 M berada di genggamanku. Berbisnis
dengan pengusaha-pengusaha di Negara tetangga lebih menyenangkan karena mereka
tidak pernah banyak basa-basi kalau sudah cocok langsung sikat walaupun
karakternya selalu tegas, mereka akan sangat murka apabila dikhianati tapi
tenang saja aku sebagai pembisnis peofesional selalu berlaku jujur terhadap
mitraku.
“Ayo Thomas saya sudah menyiapkan makan mewah di lestoran Jepang”
juragan sawit dan para pengawalnya berdiri dari kursinya, aku memang sudah
lapar ini sudah jadwal makan malamku tapi aku harus segera terbang ke Thailan
mengambir uang muka dari sebuah perusahaan kontraktor Thailand.
“Maaf tuan, saya harus pergi sekarang pesawat saya 20 menit lagi
take off. Saya harap lain waktu kita bisa menjadwal ulang ke lestoran jepang
tuan!”
“Kamu tidak boleh menolak ucapan terimakasihku atas software
canggihmu Thomas!” Tuan Ridwan sudah melangkah duluan, dengan terpaksa aku
mengikuti langkahnya menggunakan mobil mewah warna hitam meluncur cepat menuju
lestoran Jepang.
Tiba di lestoran Jepang kami menuju lantai 3 tempat eksekutif
kelas atas dengan pasilitas spesial, “Thomas kamu masih muda tapi bisnismu
sudah sangat luar biasa” pengusaha sawit Serawak membuka percakapan sambil
membolak-balik kertas daftar menu. “Iya tuan ini semua tak lepas dari doa
anak-anakku” aku menjawab sekenanya.
“What, do you have children?”
“No Sir, I don’t have, saya masih lajang maksud saya anak-anak
yatim yang aku urus di panti yatimku” aku selesai mencoret-coret daftar menu
yang aku pesan dan menyerahkannya ke pelayan.
“Oh saya kira kamu sudah menikahi 4 istri dan mempunyai banyak
anak, asal kamu tau Thomas tahun depan anak gadisku wisuda dari Harvard
University kamu harus bersiap-siap menyambutnya” juragan swait kembali
menggodaku.
“Ah tuan bisa saja, aku baru 24 tahun masih terlalu muda untuk
menikah”
Tak berapa lama pesanan kami sudah mendarat di meja, juragan sawit
dan para pengawalnya siap bertempur membantai menu Jepang di meja bundar kami,
aku pun bersiap menyantap makan siang istimewa ini garpu dan pisau siap
bertugas di kedua tanganku namun hp di kantongku berdering merubah arah gerakan
tanganku mengambil hp. “Halo ustadz, ada apa? biar aku telpon balik ini mahal
tarif Malaysia!”
“Halo Thomas, kamu harus segera balik ke Indonesia! Pasukan bersenjata
misterius menangkap 2 anak dan Ustadzah Desi”. suara ustadz Ishak penjaga panti
terdengar ketakutan.
“Baik ustadz, saya segera pulang. Cari perlindungan, amankan
anak-anak!” saluran telepon kuputus, kabar buruk ini menghilangkan nafsu
makanku, aku harus segara pulang ke Indonesia SEKARANG.
“Maaf tuan, saya harus segera pulang ada sedikit masalah
mengganggu anak-anakku” aku segera berlari keluar, terdengar juragan sawit
memanggil tapi aku mempedulikan “Hey Thomas makan dulu! biar aku mengantarmu”. Aku
sudah melompat ke jalan raya mencegat taxsi menuju bandara, sialnya sopir taxi
kecepatannya tidak bisa kuandalkan sehingga terpaksa aku harus merebut setir
kemudi.
***
10 menit berlalu aku tiba di Bandara Kuala Lumpur dengan kecepatan
ekstra, menyalip ratusan mobil dan menerobos lampu merah membuat sopir taxi
trauma sehingga aku harus membayarnya mahal 600 Ringgit Malaysia. Aku segera
berlari menuju loket semoga ada penerbangan dalam waktu ini.
“Kak aku butuh tiket penerbangan ke Indosesia sekarang juga” aku
berteriak pada penjaga loket.
“Maaf tuan, pesawat terakhir menuju Indonesia baru take off 7
menit lalu dan penerbangan selanjutnya 3 jam lagi” penjaga loket menjelaskan
hal pahit, aku tak bisa menunggu lama sebelum mereka menculik semua
anak-anakku.
“Kak saya harus terbang sekarang, tolong carikan helicopter atau
apapun yang bisa mengantarku sekarang juga!” aku menggerutu kesal.
“Tidak bisa tuan, kami ini bandara bukan rental angkotan kota
seperti di pasar-pasar Indonesia!” penjaga loket malah bercanda tanpa memahami masalahku
kalau saja bukan perempuan sudah kuhajar. Tiba-tiba pesawat yang take off 7
menit lalu melewat persis di depanku, segera aku berlari memanjat pagar bandara
setinggi 2 miter untuk masuk ke landasan aku harus mengejar pasawat itu yang
masih akan melaju pelan sejauh 1 km sebelum mengudara.
Polisi yang sedang berjaga terkejut melihatku menembus pagar
bandara, 2 orang polisi mengejarku menggunakan mobil patroli borgol sudah
disipakan “jangan bergerak tuan, anda melangar hukum terpaksa kami meringkusmu”
mereka membentakku seorang polisi menodongkan pistol kawanya bersiap dengan
borgolnya menarik tanganku kebelakang.
Waktuku terbatas polisi ini tidak boleh menggangguku atau pesawat
akan segera mengudara. Aku harus melumpuhkan mereka dengan tinjuku, kemampuan
bela diriku cukup mempuni saat kuliah beberapa tahun lalu aku sering berlatih
wing chun bela khas China yang diajarkan langsung oleh Kenji teman sekelasku
belasteran China-Jepang.
Tangan kiriku menangkis pistol hingga terlempar keudara, tinju
kananku sigap menghantam pipi pemilik pistol hingga terpelenting jatuh, melihat
kawannya tersungkur polisi kedua replek menarik pistolnya namun gerakan wing
chunku lebih cepat menerjang dadanya ambruk menyusul kawannya. Suara serine
polisi terdengar meraung mobil patroli kedua terlihat dari kejauhan mengangkut
6 personil, aku loncat ke atas mobil patroli milik polisi yang terkapar kupacu
dengan kecepatan penuh untuk mengejar pesawat dan menghindari polisi yang
mengejarku, tak berselang lama tembakan peringatan ke udara terdengar
berentetan.
Jarak mobilku sudah jauh tidak terjangkau tembakan kalaupun mereka
menembakku. Pesawat tinggal 2 miter di depanku aku meloncat kesayap pasawat
mendarat mulus, kuikatkan borgol ke lobang sayap untuk pegangan tangan, borgol
yang aku curi dari polisi ternyata berguna. Pesawat pun melambung ke udara
menuju Indonesia.
Pesawat meluncur cepat membelah langit malam, lima menit sudah aku
menjadi penumpang illegal yang sangat membahayakan diriku semoga pilot tidak
menyalakan ‘alarm bahaya’ yang membuat penumpang ketakutan. Mataku terperangah
melihat tulisan disayap pesawat Kuala Lumpur – New Delhi, aku telah salah
memilih tunggangan pesawat ini akan mendarat di India, aku tak mungkin lompat
kebawah tanpa perasut bisa membuat tubuhku hancur tapi aku juga tidak bisa
tetap disayap ini sampai di India.
Aku terkejut dengan suara pesawat lain didekatku sebuah helicopter
merah mendekat kepesawat India ini. Polisi, mungkin mereka mengejarku setelah
kejadian dibandara tadi menjadikan aku DPO atau TERORIS. Pintu helicopter
terbuka terlihat 4 orang berseragam biru memegang AK-47.
“Thomas ayo loncat, kamu jangan gila disana berbahaya!” seseorang
berteriak dari dalam heli membuatku makin terkejut, suara berwibawa juragan
sawit tuan Ridwan. Aku tak berpikir lama segera loncat ke dalam heli, inilah
solusi yang Tuhan berikan untukku.
“Terimakasih tuan, bagaimana anda bisa tau saya di pesawat ini”
tanyaku setelah menghempaskan tubuh di kursi heli.
“Thomas aksi gilamu ini telah menjadi headline news di media
Malaysia, aksi pembajakan pesawat oleh teroris Indonesia”
“Aku tidak membajak tuan, aku bukan terosis hanya numpang. Aku
harus segera tiba di Indosesia”
“Tiba kemana Thomas, India?. Saya bilang akan mengantarmu dengan
pesawat pribadiku” tuan Ridwan tersenyum tipis.
“Maafkan aku terlalu gegabah tuan, bagaimana kalau polisi Malaysia
juga menjadikan tuan sebagai teroris karena membantuku?”
“Dasar darah muda, tenang aja Thomas pengacara-pengacaraku akan
mengatur semuanya. Saya akan aman Thomas dalam hal bisnis saya sudah terbiasa
dengan situasi ini” jawabnya santai.
***
Jelang jam 10 malam Helicopter juragan sawit Serawak tiba di atas
lapangan depan panti asuhan, heli hanya merendah tanpa mendarat. aku segera
loncat keluar, dan mereka kembali mengudara menuju negeri jiran.
Aku terkejut melihat kondisi panti ancur berantakan anak-anak
menangis ketakutan berkumpul disatu ruangan. “Syukurlah kau segera tiba Thomas”
Ustadz Ishak yang sedang dikerubuti anak-anak terlihat bahagia dengan
kedatanganku.
“Apa yang terjadi ustadz? siapa yang melakukan ini? aku bertanya
dengan nada khawatir.
“Aku tidak tau Thomas, mereka 10 orang berseragam hitam bersenjata
datang mendadak menggeledah panti dan menculik hasan, yanto, dan Desi”.
Ustadzah Desi yang tak lain istri Ustadz Ishak yang menjadi guru
tahfidz qur’an di panti putri sementara Ustadz Ishak mengajar qur’an di panti
putra. 20 anak yatim dari berbagai tempat di Indonesia aku bina dengan
pendidikan tahfidz qur’an dan home schooling sebagi pendidikan formalnya. Aku
tak menduga ada pihak yang berniat jahat mengganggu pantiku, aku harus segera
mengungsikan ustadz Ishak dan anak-anak ketempat yang lebih aman karena aku
tidak tau siapa musuhku dan kapan mereka akan kembali. Aku segera menelepon seseorang.
“Halao Thomas, sudah lama tak ada kabar dimana kau sekarang?”
Suara khas kawan lamaku Tegar mengingatkanku pada jasanya 1 tahun lalu.
“Halo Tegar emergency situation, help me please!?
“Hi what happened Thomas, I always ready for you” nada bicara
tegar mulai serius.
“Pick up us di panti asuhanku, bawa 2 mobil right now!”
“Ok Thomas, I am coming soon” Tegar segera menutup telepon, dia
memang selalu siap membantuku termasuk tengah malam sekalipun.
***
Anak-anak sudah aman, aku belum tau bagaimana caranya
menyelamatkan yang diculik. Telepon di kantongku bordering segera kuangkat.
“Halo Thomas apa kabar? sudah lama aku tak berurusan denganmu”
suara berat dari penelepon yang tak aku kukenal.
“Halo, kabar baik Pak, maaf anda siapa?” aku bertanya dengan nada
tenang terkendali.
“Anak dan Ustadzahmu aman Thomas kamu jangan khawatir” suara di
sebrang tak kalah tenangnya.
“Berengsek kamu penculiknya, jangan sakiti mereka atau markasmu kuhancurkan”
nada ancaman aku lontarkan ke penelepon misterius.
“Hey jangan teriak-teriak seperti anak kecil Thomas, sebentar lagi
anak buahku tiba di tempatmu kamu cukup tandatangan surat pernyataan dan semua
akan baik-baik saja” sambungan telepon diputus.
Tak lama mobil kijang hitam melaju kencang menghampiriku, seseorang
berbadan tegap berseragam serba hitam dengan helm melangkah mendekatiku dan 3
orang temannya menungu di mobil. “Tuan Thomas ada titipan dari bos kami” dia
membukakan kopernya berisi 2 gepok uang dibungkus kertas coklat.
“Dari siapa ini?” aku bertanya heran.
“Tuan tidak perlu tau, tuan cukup tandatangan kertas ini tuan bisa
ambil uang 2 gepok ini dan mereka akan dibebaskan” map biru disarahkannya
padaku, segera kubuka terlihatlah isi surat tersebut “Saya abersedia menutup
panti tahfidz dan berhenti dari segala kegiatan yang berhubungan dengan
terorisme di negeri ini” inti dari surat yang harus aku tandatangani.
Aku meresponnya dengan tinju wing chun yang bertubi-tubi
menghatamnya, dia berhasil memberikan perlawanan sebelum aku berhasil
memukulnya jatuh terkapar ditanah. Dor-dor-dor suara tembakan terdengar dari
dalam mobil, aku segera lompat berlindung dibalik tembok pagar. Tembakan makin
gencar, aku memanjat pagar belakang terlihat jelas 3 orang masih menembaki
tembok tempatku bersembunyi tanpa dia tau aku sudah dibelakanynya. Inilah
saatnya aku latih skill menembakku yang sudah lama tak dipakai. Aku bidik
tangan kanannya dor peluruhku menembus tangan kanan Pasukan Elit membuat AK-47
terlempar keluar, dua orang temannya terkejut dan mencari posisiku peluruhku
lebih cepat menyasar kedua tangan mereka sumua senjata mereka terjatuh. Pistol
yang aku curi dari Polisi Diraja Malaysia di bandara tadi berfungsi dengan
baik.
Sengaja aku tembak tangannya agar dia lumpuh namun tidak sampai
mati, aku melompat menuju mobilnya setelah tertembak tangannya dan kuhadiahi 2
tinju wing chun mereka bersedia memberi tau diamana markas komandannya. Aku
harus segera menuju kesana.
***
Empat pasukan terkapar didepan panti, aku melompat kedalam kijang
hitam milik mereka untuk menuju ke markas besar dan membebaskan tawanan, aku
memacu dengan kecepatan penuh. Sepintas mataku melirik koran harian Kamis
tergeletak di jok depan samping dengan headline news “PASUKAN ELIT 99 MENANGKAP
3 TERDUGA TERORIS, 1 DIANTARANYA WANITA’. Sekarang aku menerti mereka adalah
Pasukan Elit yang menjadikan aku dan keluarga pantiku sebagai terduga teroris.
Tapi mengapa? apa dasar mereka menjadikan aku sebagai tertuduh?.
Meraka telah mengolah berita dengan sangat cepat hanya 2 jam dari penggerebekan,
koran mereka telah terbit dan dikonsumsi masyarakat, aku bisa menebak kalau
beberapa menit lagi awak media akan ramai meliput panti dan 4 pasukan yang terkapar
setelah kuhajar. Aku harus meminta bantuan! mereka terlalu kuat untuk dihadapi
sendiri, aku tidak ingin anak-anak dan Ustadzah Desi dibunuh”.
10 menit perjalanan mobilku tiba di markas besar Pasukan Elit 99,
markas yang megah setinggi 20 lantai. Puluhan Pasukan Elit 99 bersiaga disetiap
ruangan dengan AK-74 ditanngannya. Berbekal AK-47 dan seragam lengkap yang aku
curi dari Pasukan Elit aku bisa nyamar masuk kemarkas mereka. Pasukan penjaga
mengantarku keruang pimpinan mereka di lantai 12, dengan penyamaran lengkap termasuk
helm aku bisa masuk tanpa gangguan, ruangan komandan hanya bisa dimasuki orang
tertentu dengan izinnya.Pintu lip terbuka aku masuk langsung keruang pimpinan
mereka.
Komandan mereka berdiri menambutku “Bagaimana Sebastian apakah si
Thomas mau mendandatanganinya?” kulirik nama di seragamku ‘Sbastian’.
“Tidak Komandan, kita tidak jadi bertemu Thomas” aku masih berpikir
harus menjawab apa.
“Apa tidak jadi, kenapa? Jendarl Elit membentak.
“Mereka bukan teroris Komandan, kita salah tangkap”
Biiaaar meja kaca dipukul Komandan Elit hingga pecah berhamburan
“sejak kapan kalian memnabtah, kalian ini Pasukan Elit pelaksana tugas tanpa sanggahan”
sebelum aku menjawabnya tangannya telah lebih dulu menyambar helmku hingga
terlempar, dia sangat tekejut melihat seorang Thomas berada dihadapannya.
Pistol taktis dia cabut dari pinggangnya namun aku segera
menendangnya dan wing chunku menghantam pipinya. Sebagai Komandan Elit dia
berpisik kuat tinjuku tidak membuatnya roboh dia menyerangku dengan karate yang
mematikan membuatku beberapa kali terjatuh, kusambar botol arak dimeja
kupecahkan dan ujung tajamnya kulemparkan kearah pelipisnya darah mengucur
mengenai matanya membuatku leluasa menghajarnya hingga roboh setelah 5 wing chun
mendarat dikepalanya. Sialnya dia menekan remote alarm tanda bahaya, Pasukan
Elit akan segera masuk ruangan ini.
Aku berlari mendekati pintu lip, pintu lip terbuka 8 Pasukan Elit bersenjata
lengkap melangkah keluar aku tinju hingga terpental masuk kembali kedalam lip
kutekan tombol off pintu lip kembali tertutup. Didalam lip yang sempit mereka
tidak bisa menggunakan senjatanya, sehingga wing chunku lengsung menghajar
mereka satu dua mulai terpental jatuh kemapuan wing chun yang diajarkan Kenji
bisa melumpuhkan 10 orang sekaligus, setelah 3 tahun aku tidak berantem
ternyata wing chunku masih ampuh merobohkan 8 orang dalam waktu 2 menit.
Kutekan tombol 20 lantai teratas mungkin mereka menyandra
anak-anak disana, pintu lip terbuka aku berlari dilorong beberapa kali aku
menembakan AK-47 dan meninju Pasukan Elit. Pasukan mereka sepertinya semua
telah tiba di lantai 20, langkahku terhenti 20 Pasukan mengepungku dengan
todongan AK-47 memaksaku untuk menjatuhkan senjataku.
“Cukup bermain-mainya Thomas, kamu telah salah berperang dimarkas
singa” Komandan Elit tersenyum melangkah maju mendekatiku.
“Brengsek dimana anak-anakku?’ aku membentak hawatir dengan
keselamatan mereka.
“Tenang mereka aman, ayo tandatangani surat ini segera atau
kutembak mereka satu persatu, Pasukan bawa mereka!” Ustadzah Desi dan dua anak
mulutnya disumpal dan ditodong senjata.
“Ayo Thomas, sebelum kuhabisi kalian” moncong pistol Komandan Ekit
menyentuh pelipisku.
“Jangan harap aku mau menandatanganinya” aku membentak balik.
“Tembak 1 anak!” Teriak Komandan Elit.
Dor suara AK-47 menggema seketika yanto anakku ambruk tertembus
timah panas dibagian perutnya darah segar mengalir deras di lantai, Ustadzah
Desi dan Hasan berontak namun senjata laras panjang mendorong perutnya dan siap
memuntahkan peluruhnya. Aku sangat marah namun belum bisa berbuat apapun aku
takut mereka menghabisi semua sandranya.
“Kamu lihat itu Thomas!, kamu ingin mereka semua habis?, Komandan
Elit kembali berteriak. Dor tembakan menggema kedua kalinya, pistol Komandan
Elit terjatuh tangan kanannya tertembak, seseorang berseragam Pasukan Elit mencekik
dan menodong komandannya semua orang terkejut siapa penghianat ini?.
“Mundur kalian semua! lepaskan anak ibu itu atau kutembak komandan
kalian!” Pasukan penghianat ini mengancam, aku pun segera menyambar pistol
Komandan Elit inilah moment pahlawan selalu ada.
“Lepaskan mereka cepat” teriak Komandan Elit dengan nada ketakutan,
Ustadzah Desi dan anak-anak dilepaskan.
“Siapkan aku mobil segera!” pahlawanku kembali berteriak,
tangannya masih menodong Komandan. Anak buahnya segera menelepon sopir.
Diaaarrr dinding gedung pecah oleh lemparan granat dari arah luar
hingga gedung terbuka lebar, semua orang terkejut tiba-tiba helicopter masuk
kedalam gedung melalui lubang besar tersebut.
Empat pasukan berseragam biru keluar dari helicopter menodongkan
senjata kearah Pasukan Elit 99, seseorang menyusul keluar berteriak “Ayo naik Thomas!” Tuan Ridwan kembali
menolongku untuk kedua kalinya setelah aku mengirim pesan bantuan saat
mengendarai kijang hitam mereka membelokan arah tidak jadi pulang ke Malaysia.
Semua Pasukan Elit hanya diam ketakutan tidak mengerti apa yang
terjadi “Thomas bawa keluargamu naik” teriak Pasukan pahlawanku. Aku pun segera
menaikan Ustadzah Desi dan dua anakku kedalam heli.
Aku menggendong Yanto yang lemah berlumuran darah, kami semua
sudah berada di heli disusul pasukan elit pahlawanku bergabung kabur bersamaku,
pahlawanku membuka helmnya membuatku sangat terkejut dialah pelatih wing chunku
Kenji.
“Sudah 2 tahun aku kerja bersama kesatuan mereka Thomas, aku sudah
muak dengan kerja mereka yang main tembak tanpa kejelasan status teroris” Kenji
menjelaskan. Ini sebuah kejutan dan kekuatan untukku, Heli mengudara menuju
rumah sakit di Singapura untuk menobati Yanto yang kena tembak di perutnya, setelah
pengobatan di Singapura aku akan kembali ke Indonesia untuk menyelesaikan kasus
ini aku harus mengungkap siapa dibalik semua ini.
No comments:
Post a Comment